KEJAHATAN TERHADAP INFORMASI (CYBERCRIME) DALAM KONTEKS PERPUSTAKAAN DIGITAL
A.
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi informasi-komputer saat
ini sudah mencapai
pada tahap di mana ukurannya semakin kecil, kecepatannya
semakin tinggi, namun harganya semakin
murah dibandingkan dengan
kemampuan kerjanya. Kondisi ini
mendorong masyarakat berlomba-lomba memanfaatkan
komputer sebagai alat bantu
pengolahan data dengan cara membangun system pengolahan data komputerisasi untuk
penyajian informasi, baik
untuk keperluan pribadi
maupun organisasinya. Perpustakaan
sebagai organisasi
yang melakukan pengolahan
data dan informasi
untuk pemustakanya telah
melakukan langkah revolusioner
dalam melakukan pelayanan
melalui sistem online
yang lebih efisien
dalam pelayanan, diseminasi,
pemustakaan dan pelestarian
data, informasi dan pengetahuan.
Perpustakaan Online atau
perpustakaan digital bisa
dianggap sebagai institusi informasi
dalam bentuk baru
atau sebagai perluasan dari
pelayanan perpustakaan yang
sudah ada. Namun
demikian perpustakaan digital
adalah kumpulan informasi
yang tertata dengan
baik beserta layanan-layanan yang disediakannya, informasi
ini disimpan delam
format digital dan
dapat diakses melalui jaringan
computer Pada tahun
terakhir ini telah
terjadi peledakan pertumbuhan
ketertarikan dalam perkembangan
dan pemakaian perpustakaan
digital. Beberapa faktor penunjangnya adalah:
1.
Telah tersedianya teknologi komputasi dan
komunikasi yang memungkinkan dilakukannya penciptaan,
pengumpulan dan manipulasi informasi.
2.
Infrastruktur jaringan
internasional untuk mendukung
sambungan dan kemampuan
pengoperasian bagi pemustaka.
3.
Informasi
online mulai berkembang.
4.
Kerangka akses
internet umum telah muncul.
Saat ini
Salah satu tantangan
dihadapi pustakawan saat
ini adalah bagimana
memproteksi proteksi koleksi
informasi yang mereka miliki dari berbagai macam gangguan
dan ancaman yang
bisa terjadi perpustakaan khusunya
pada perpustakaan digital.
Dahulu kejahatan dalam
perpustakaan yang semula
bersifat konvensional seperti
pencurian koleksi ,
vandalism, mutilasi buku
, peminjaman tanpa
hak, kini kejahatan
dalam perpustakaan dapat
dilakukan dengan menggunakan
media komputer secara online dengan risiko tertangkap yang sangat kecil oleh individu maupun kelompok dengan akibat
kerugian yang lebih besar bagi perpustakaan. Tentunya, hal-hal
tersebut di atas
tidak dapat dipungkiri
adanya bahwa teknologi
informasi membawa mampu dampak
negatif yang tidak kalah banyak dengan manfaat
yang ada khusunya
dalam dunia perpustakaan.
Internet membuat juga bisa membuat data/koleksi informasi yang dimiliki
perpustakaan menjadi terancam
dan bisa disalahgunakan oleh
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
B.
CYBERCRIME DAN
PERPUSTAKAAN DIGITAL
Perkembangan
teknologi jaringan komputer global
atau Internet telah
menciptakan dunia baru yang dinamakan cyberspace, sebuah dunia
komunikasi berbasis komputer yang
menawarkan realitas yang
baru, yaitu realitas
virtual. Istilah tersebut juga
menghasilkan berbagai bentuk lingkungan
cyberspace yang kemudian melahirkan
istilah baru yang
dikenal dengan Cybercrime,
Internet Fraud, dan lain-lain. Dalam beberapa
literatur, cybercrime sering
diidentikkan sebagai computer
crime. The U.S. Department of Justice memberikan pengertian komputer crime sebagai:"…any illegal
act requiring knowledge
of Computer technology
for its perpetration, investigation, or prosecution". Sementara itu
Andi Hamzah dalam bukunya “Aspek-aspek Pidana
di Bidang Komputer”(1989) mengartikan cybercrime
sebagai kejahatan di bidang komputer
secara umum dapat diartikan sebagai
penggunaan komputer secara ilegal.
Dari beberapa pengertian
di atas, cybercrime
dirumuskan sebagai perbuatan
melawan hukum yang
dilakukan dengan memakai
jaringan komputer sebagai
sarana/alat atau komputer
sebagai objek, baik
untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak
lain. Perpustakaan digital sebagai ranah yang berkembang dalam dunia cyberspace
yang
menyimpan data baik data buku(tulisan), Gambar, suara dalam bentuk file elektronik dan
mendistribusikannya dengan protocol-protokol elektronik melalui jaringan komouter.
Isi dari perpustakaan
digital berada dalam
suatu komputer server yang
bisa ditempatkan secara
local maupun lokasi
yang jauh namun dapat
di akses dengan
cepat mudah melalui
jaringan computer. Karena
itu perpustakaan digital menjadi
mejadi salah satu
objek cybercrime yang
sangat menggiurkan bagi para
pelaku kejahatan cybercrime.
Pelaku cybercrime yang menjadikan pepustakaan digital sebagai
objek kejahatannya biasanya
mengincar data pengguna,
koleksi atau pun sistem
keamanan dengan
motif untuk kepentingan
tertentu misalnya data
pengguna untuk dijadikan objek marketing, pencurian koleksi untuk kepentingan komersil, atau
hanya sekedar unjuk
gigi seorang hacker
sebagai pembuktian bahwa dirinya
eksis. Untuk itu pustakawan harus
mampu mengidentifikasi serangan-serangan terhadap perpustakaan
digital yang dikelolanya agar semua sistem, koleksi dan data yang
ada pada perpustakaannya aman
dari serangan yang
dapat merugikan banyak
pihak.
C.
MODUS OPERANDI
CYBERCRIME DALAM PERPUSTAKAAN DIGITAL
Modus operandi merupakan
cara atau bagimana
suatu kejahatan tersebut dilakukan, modus
operandi cybercrime dalam
perpustakaan digital sangat
beragam dan terus berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi, tetapi jika diperhatikan lebih seksama akan
terlihat bahwa banyak di antara
kejahatan- kejahatan tersebut
memiliki sifat yang
sama dengan
kejahatan terhadap perpustakaan konvensional. Bentuk kejahatan terhadap buku dan perpustakaan ada
4(empat) macam, yaitu :
Thief (pencurian), Mutilation (perobekan),Vandalism (corat-coret) serta
An-authorized borrowing (peminjaman
tak sah) namun
perbedaan utamanya adalah
bahwa cybercrime dalam perpustakaan digital
melibatkan komputer dalam
pelaksanaannya. Kejahatan yang
berkaitan perpustakaan digital
perlu mendapat perhatian
khusus oleh ustakawan, sebab
kejahatan-kejahatan ini memiliki
karakter yang berbeda dari kejahatan
pada perpustakaan konvensional karena
berakibat langsung terhadap kerahasiaan
data, integritas data dan keberadaan data dan sistem
operasional perpustakaan
digital. Modus operandi
yang biasanya dilakukan
terhadap perpustakaan digital
adalah :
1.
Data Thief (pencurian)
Data Thief atau
pencurian data merupakan bentuk kejahatan yang kerap terjadi. Hal
ini harus diantisipasi
oleh para pustakawan
dengan upaya eminimalisasi
kemungkinan para pelaku
cybercrime untuk melakukan pencurian. Dalam
ranah perpustakaan digital
pencurian data bisa dikategorikan sebagai
data Leakage, yaitu
menyangkut bocornya data pemustaka atau data lainnya ke luar terutama mengenai data yang harus
dirahasiakan. Pembocoran data
komputer itu bisa
berupa berupa nama, kontak serta kebiasaan pemustaka dalam
memakai koleksi perpustakaan.
Hal ini bisa
berbahaya jika jatuh
ke tangan yang
salah sehingga bisa
digunakan untuk sesuatu yang tidak diinginkan seperti pelanggaran
privasi pemustaka yang apabila
diketahui oleh orang lain maka
dapat merugikan pemustaka secara
materil maupun immaterial Jika data yang dicuri adalah koleksi perpustakaan yang berbentuk digital maka hal
ini masuk pada
Offense Against Intellectual
Property dimana Kejahatan ini
ditujukan terhadap hak
atas kekayaan intelektual
yang dimiliki pihak lain
di Internet. Jika
hal ini terjadi
dapat membahayakan perpustakaan karena
koleksi-koleksinya akan tercecer
keluar dan di perdagangkan secara
illegal dan jika
hal ini terjadi
bukan hanya pihak perpustakaan saja
yang dirugikan namun
juga pihak pengarang
sebagai pemilik hak kekayaan
intelektual.
2.
Joy computing,
yaitu pemakaian komputer orang lain tanpa izin, termasuk
penggunaan program komputer,
password komputer, kode
akses, atau data sehingga
seluruh atau sebagian
sistem komputer dapat
diakses dengan tujuan
digunakan untuk melakukan
akses tidak sah,
intersepsi tidak sah,
mengganggu data atau
sistem komputer, atau
melakukan perbuatan-perbuatan
melawan hukum lain.
Hal ini biasanya
terjadi pada OPAC perpustakaan
dimana OPAC digunakan
sebagai sarana untuk
menyebarkan virus atau
digunakan sebagai host
untuk mengakses ke server tanpa izin, untuk itu pustakawan perlu
memikirkan cara agar OPAC yang ada
di perpustakaan tidak
disalah gunakan oleh
pemustaka untuk tindakan Joy Computing. Hacking, yaitu
mengakses secara tidak
sah atau tanpa
izin dengan alat
suatu terminal bisa dari dalam perpustakaan dengan menggunakan OPAC atau
dari luar perpustakaan
dengan memanfaatkan port
yang terbuka, hacking biasanya
bertujuan untuk defacing dan cracking.
Defacing merupakan aktivitas seorang hacker untuk melakukan perubahan
tampilan pada web perpustakaan,
biasanya pelaku defacing
hanya bertujuan sebagai
sarana untuk mengetes
ilmu atau unjuk
kemampuan diantara sesama
hacker, sementara cracker bertujuan untuk menganggu jaringan
komunikasi data, dan
melakukan penetrasi jaringan
sistem komputer untuk melakukan pencurian
data, serta bertujuan membuat sistem gagal berfungsi
yang mengakibatkan Frustating data
communication atau penyia-nyiaan data komputer. Hal ini biasanya
dilakukan dengan serangan DoS
(Denial Of Service)
dimana server gagal
berfungsi karena terlalu banyak perintah yang masuk.
3.
Data Diddling,
yaitu suatu perbuatan yang mengubah data valid atau sah dengan cara tidak sah, mengubah input data,
atau output data. Biasanya hal ini
terjadi pada bagian sirkulasi dimana pihak-pihak tertentu berusaha untuk mengubah
data peminjaman atau
merubah data tertentu
lainnya. Kejadian seperti ini
perlu diantisipasi oleh
pustakawan agar tidak
terjadi kehilangan data atau data
loss.
4.
Electronic Mutilation
dan data vandalism Electronic
Mutilation dan data
vandalism muncul sebagai
ekses dari menjamurnya komunitas
maya dan kemudahan
akses berkomunikasi melalui
internet. Modus yang dilakukan adalah: masuk kesebuah database dengan sebelumnya
melumpuhkan sistem keamanan database
tersebut, lalu menyabotase data yang mereka perlukan dan sehingga data
tersebut menjadi rusak dan tidak bisa
dipergunakan kembali. Namun Hacker bukanlah
salah satu ancaman
dari Electronic Mutilation
dan data vandalism
karena masih terdapat
beberapa ancaman lainnya
yakni : beredarnya
software illegal yang
dapat menyusup dan
merusak sistem komputer. Adapun jenis
software tersebut adalah :
Ulat (Worm) merupakan
program yang memepunyai kemampuan menggandakan diri
namun tidak mempunyai kemampuan menempelkan dirinya pada
suatu program. Dia
hanya memanfaatkan ruang kosong
pada memori computer untuk
menggandakan diri. Sehingga
memori komputer akan
menjadi penuh dan system
computer akan terhenti.
·
Bot
merupakan istilah bagi
suatu bagian program
computer yang mempunyai kemampuan
pengacauan dan perusakan
pada suatu system
computer berdasarkan kondisi
yang telah diprogramkan didalamnya.
·
Backdoor/Back office trap/ Pintu Jebakan
merupakan program yang mempunyai kemampuan
melumpuhkan system pengamanan suatu
computer. Sehingga pembuat program dapat keluar masuk system tanpa harus
melalui system pengamanan
normal yang ditetapkan pada suatu sistem computer.
·
The
Trojan Horse, yaitu
manipulasi data atau
program dengan jalan
mengubah data atau
instruksi pada sebuah
program, menghapus, menambah,
menjadikan tidak terjangkau
dengan tujuan untuk
kepentingan pribadi pribadi atau orang lain. Biasanya Program Trojan berfungsi sebagai kamuflase dari virus tidak merusak.
Namun sisipan program
didalamnya yang patut diwasapadai
karena menyerang sistem operasi, Directory dan boot record.
·
Virus (Komputer) merupakan program kecil
yang dapat memperbanyak dirinya
sendiri. Virus merusak
secara berlahan- lahan boot
record, Sistem operasi,
dan directory bahkan
bisa merusak fisik suatu media
penyimpanan.
·
D. PENCEGAHAN
1. Personil
Terbatasnya sumber
daya manusia merupakan
suatu masalah yang
tidak dapat diabaikan,
untuk itu perpustakaan
perlu mengirimkan pustakawannya untuk
mengikuti berbagai macam
kursus mengenai keamanan data
khususnya di perpustakan
digital di dalam
dan luar negeri
agar dapat diterapkan
dan diaplikasikan pada
institusinya sehingga siap
setiap saat dalam
menangangani setiap serangan
yang mungkin terjadi.
Untuk itu diperlukan personil yang mampu
mengenali kekuatan dan kelemahan sistem yang mereka pakai.
2. Sarana Prasarana
Perkembangan teknologi
yang cepat juga
tidak dapat dihindari
sehingga Pustakawan harus
berusaha semaksimal mungkin untuk
meng-up date dan up
grade sarana dan
prasarana baik perangkat
keras maupun lunak
yang dimiliki perpustakaan
digital agar tidak ketinggalan jaman dengan hacker dan cracker
khususnya pengamanan terhadap
koleksi dan data
dari electronic vandalism dengan 2 (dua) cara, yakni :
a.
Pencegahan
masuknya Hacker pada jaringan internet
Untuk mencegah hacker pustakawan perlu melakukan
pengamanan database
untuk menangkal Hacker
dengan cara Pertama, administrator
jaringan selalu meng-up to date patch. Serta menerapkan aturan
fire wall yang ketat dengan
memblokade port akses database pada TCP 1434
(MSQL) maupun TCP 1521-1530 (Oracle). Kedua, administrator jaringan senantiasa memeriksa
tipe (integer) dan
string setiap data yang
masuk.Ketiga, Membuang Stored Procedure
karena script –script
yang kelihatannya tidak berbahaya namun
bisa dimanipulasi oleh
Hacker sebgai pintu masuk ke
database. Keempat, Bila
memungkinkan gunakan kode SQL yang
sudah seringkali dipakai berulang-ulang ke
Stored Procedure. Hal
ini akan membatasi
kode SQL yang
telah diatur dalam file
ASP dan mengurangi
potensi manipulasi oleh
Hacker pada proses
validasi input. Selanjutnya, Gunakan
enkripsi session built in.
b. Pencegahan masuknya virus pada database
Terdapat bebarapa langkah yang
dapat digunakan untuk
pencegahan masuknya
virus pada database, yaitu : Pertama, selalu up date
antivirus secara
teratur untuk mendapatkan
program antivirus terbaru. Kedua,
Jalankan antivirus secara
auto protect untuk
menghidnari virus yang
menginfeksi. Ketiga, Berhati-hati dalam menerima email
dari seseorang yang
tidak dikenal.Keempat, Senantiasa
menscan setiap kali sebelum menggunakan disket, flash disk ataupun CD. Selanjutnya,
Senantiasa membac-up file secara teratur
pada tempat yang aman. Selain itu pustakawan
juga harus mampu
mengenali sistem keamanan
data perpustakaan
mereka. Modus operandi kejahatan cybercrime biasanya menggunakan titik lemah keamanan
pada suatu sistem jaringan komputer, titik
lemah tersebut berada pada :
a. Titik Lemah HTTP
Worl Wide
Web (www) merupakan
susunan protokol-protokol yang bertindak sebagai
polisi lalu lintas
untuk internet. HTTP
menjadi protokol yang
paling banyak digunakan
di internet. Setiap
browser dan server saling berhubungan dan bertukar informasi pada
protokol ini. HTTP merupakan
protokol request/respon yang
memampukan komputer untuk slaing
berkomunikasi secara efisien.
Spesifikasi HTTP versi
1.1 merupakan perkembangan lebih
lanjut dari spesifikasi
asli yang ditemukan
oleh Tim Bernerr
Lee pada Maret 1990. Struktur
umum URL HTTP
1.1 yang diluncurkan
pada tahun 2001
sebagai berikut: http://host
[”:”
port][absolute.path[”?”query]].
Parameter – parameter
yang melewati query
(“:” ) merupakan
inti dari semua aplikasi
web. Dan merupakan
salah satu jalan
utama kesemua ruang. Script
(”:”) merupakan kunci
proses-proses script dan sasaran
serangan para hacker.
b. URL (Uniform Resources Locator)
URL merupakan
sebuah mekanisme untuk
mengenali sumber- sumber pada
web, yakni: SSL dan server ftp termasuk layer aplikasi yang memuat request ke
server web. Struktur umum URL adalah :
protokol://server/path/to/resources
? parameter. Arsitektur
protocol http menciptakan pen
encode-an URL agar
karakter-karakter non alfanumerik bisa
dipakai pada string
URL. Sehingga karakter- karakter alfanumerik dan
simbol-simbol pada
keyboard bisa digunakan. Namun
pada web server
tertentu bisa dimanipulasi dengan metode non standar dan
pengkode-an karakter pada string URL.
Dan 2 (dua)
kelemahan web server
yang paling signifikan
menghasilkan
kesalahan-kesalahan pada proses
penguraian sandi (decode)
URL.
3. Kerjasama dan koordinasi
Melakukan kerjasama
dalam melakukan pengamanan
data, hal ini
perlu karena serangan
terhadap perpustakaan digital yang sifatnya yang borderless dan tidak mengenal
batas wilayah, sehingga kerjasama dan
koordinasi baik dengan aparat
penegak hukum atau
pun dengan sesama
pustakawan dan institusi terkait lainnya merupakan hal yang sangat
penting untuk dilakukan.
E. PENUTUP.
Perpustakaan sebagai
salah satu ranah
dalam cyberspace sudah
pasti akan selalu menjadi objek kejahatan cybercrime,
untuk itu pustawakan
di era digital sekarang
ditantang untuk bisa
mengerti bukan kejahatan
konvensional dalam perpustakaan namun
juga kejahatan yang
melibatkan teknologi informasi (cybercrime)
pada perpustakaan digital.
Modus dan motif
cybercrime kian kompleks
maka itu tidak
ada jaminan keamanan
di cyberspace, dan tidak ada sistem keamanan komputer yang mampu secara
terus menerus melindungi data yang ada
di miliki oleh perpustakaan digital.
Para hacker akan terus mencoba untuk
menaklukkan sistem keamanan
yang paling canggih,
dan merupakan kepuasan tersendiri
bagi hacker jika dapat membobol
sistem keamanan komputer orang lain. Langkah yang baik adalah dengan selalu
memutakhirkan pengetahuan SDM
perpustakaan digital, meng-update
dan meng-upgrade sistem
keamanan computer untuk
melindungi data yang
dimiliki dengan teknologi yang
mutakhir pula serta melalukan kerjasama
dengan instansi terkait dalam menangani masalah cyber crime di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Muladi, 22
Agustus 2002, “Kebijakan Kriminal terhadap Cybercrime”, Media Hukum Vol. 1 No.
3, Persatuan Jaksa Republik Indonesia.
http://duniaperpustakaan.com/2010/02/24/ancaman-electronic-vandalism-terhadap
keamanan-data-di-perpustakaan-nasional-ri/ [09
oktober 2017]Pendit PL. 2008. Perpustakaan Digital Dari A sampai Z. Jakarta:
Cita KaryaKarsa Mandiri.
http://adrianestih.wordpress.com/2011/01/29/pengertian-jenis-dan-modus-cyber-crime-2/
[ 9 oktober 2017]
http://budi.insan.co.id/courses/el7010/2003/rahmadi-report.pdf,
diakses pada: 09 oktober 2011
Komentar
Posting Komentar